Suwidak Siji.

Berhubung tadi pagi tanpa sengaja baca tweet seorang sepupu soal Timun Emas, saya jadi teringat sebuah dongeng anak2 yang diceritakan berkali2 oleh Ibu saya sewaktu saya kecil. Judulnya Suwidak Siji, kalau dalam bahasa Jawa itu artinya 61.
Kata Ibu saya dongeng Suwidak Siji ini diturunkan dari eyang putri, yang mana sewaktu ibu saya kecil dulu, selalu diceritakan ulang saat mereka sedang dalam perjalanan PP Jakarta-Solo (ceritanya pulang kampung).
Dan kali ini dia akan menurunkan cerita ini pada saya, supaya saya bisa cerita juga ke anak2 saya nantinya. Manis banget ya?.
Saya sempat meng-cross check ke teman2 saya sesama keturunan Jawa, apakah ada di antara mereka yang pernah mendengar cerita serupa, namun ternyata tidak, jadi cerita ini nampaknya memang benar hanya beredar di dalam keluarga saya saja. Tapi bukan sesuatu yang ekslusif kok, jadi biarlah kali ini saya bagi ke pembaca sekalian. Tapi udah agak2 lupa sih, jadi agak improve gak papa lah ya biar lebih seru (bekep mulut si sepupu Ombink pake lakban). Tapi inti ceritanya gak dirubah kok, moral ceritanya masih sama, hehehehe.
Ayo pada duduk manis, saya mau cerita.
*ehem*

Alkisah di masa lalu, berdirilah sebuah kerajaan (yang gak tau namanya apaan). Raja dan ratu hidup berdampingan, dibantu oleh hulubalang dan patih, mereka saling bahu membahu membangun kehidupan rakyat. Di salah satu desa yang berada bawah pemerintahan kerajaan tersebut, hiduplah keluarga sederhana yang dikaruniai seorang anak perempuan. Anak itu diberi nama Suwidak Siji – sesuai dengan jumlah helai di rambutnya, yang hanya berjumlah 61.
Seiring waktu, anak perempuan itupun mulai tumbuh menjadi gadis remaja. Meskipun hanya memiliki 61 helai rambut, dan wajahnya tidak cantik, namun ibu-nya selalu memuji-muji Suwidak Siji,
“Duuh cantiknya, anak siapa ini?”
“Duhhh rambut kamu indah sekali, tidak ada gadis lain yang bisa menandingi keindahan rambutmu.”
“Rambutmu begitu indah, rupamu begitu cantik, pasti suatu saat nanti kamu akan dipersunting oleh Putra Mahkota.”
Hal ini terdengar oleh tetangga mereka, dan bagai sinetron Indosiar, maka si Tetangga Kepo pun geram tanpa alasan,
“HAH yang benar saja? anak jelek kurang rambut seperti itu mau dijodohkan oleh Putra Mahkota? tidak bisa dibiarkan! Suwidak Siji dan Ibunya akan aku beri pelajaran.” (zoom in – zoom out – zoom in – zoom out)
Maka dengan bangkek-nya, si Tetangga Kurang Kerjaan melapor kepada sang Raja,
“Wahai paduka Raja, izinkanlah saya menyampaikan sebuah berita. Saya mendengar bahwa di desa tempat saya tinggal, hiduplah sebuah keluarga dengan seorang putri bernama Suwidak Siji yang konon memiliki kecantikan seperti putri kayangan. Bahkan ibunya berani berkata bahwa Suwidak Siji pantas menjadi menantu Raja. Tidakkah yang mulia ingin melihat sendiri kecantikan Suwidak Siji yang tidak tertandingi ini?ucap si Tetangga Kepo, senyum licik terpampang di wajahnya. Dia berniat untuk menjebak keluarga Suwidak Siji, membuat Raja marah karena merasa terhina dengan fakta bahwa Putra Mahkota-nya sudah disandingkan dengan seorang gadis buruk berambut 61 helai.
Penasaran dengan kecantikan seorang gadis yang konon pantas menjadi istri Putra Mahkota, Raja pun mengirim utusan untuk menjemput Suwidak Siji ke istana.
Ibu Suwidak Siji begitu terkejut saat si utusan menyampaikan maksud Raja, dia pun segera masuk ke dalam gubuknya dan mengajak Suwidak Siji bicara empat mata.
“Suwidak Siji, Raja mengirim seorang utusan untuk menjemputmu ke istana, mereka berniat untuk menjodohkanmu dengan Putra Mahkota” sang Ibu memberitahu dengan wajah pucat.
Suwidak Siji yang tahu betul situasi keluarganya hanya tersenyum bijaksana “Biarlah ibu, tidak apa-apa, aku akan menghadap Raja. Tidak usah menghindar”
Sang Ibu meneteskan air mata, tidak menyangka ungkapan kasih sayang kepada putrinya selama ini akan berbuah petaka. Dia begitu ngeri membayangkan reaksi Raja dan keluarga yang pasti merasa terhina, tapi dia berusaha tabah dan tetap mempercayai keputusan putrinya. Maka Ia berdiri dan menemui sang utusan yang sedaritadi menunggu di luar rumah.
“Aku akan mempersiapkan semua kebutuhan putriku sebelum dia menghadap Raja. Tapi aku memiliki satu syarat, tidak ada yang boleh melihat wajah putriku sepanjang perjalanan, tandu ini harus terus tertutup rapat.”
Sang utusan beserta anak buahnya mengangguk setuju, ibu Suwidak Siji pun mulai mempersiapkan pakaian, serta bekal untuk putri semata wayangnya. Dengan penuh kasih sayang dia mempersiapkan nasi panas dan JENGKOL yang dibungkus daun, masakan kesukaan Suwidak Siji.
Maka tibalah waktunya Suwidak Siji bertolak menuju Istana, dengan lemas Ibu Suwidak Siji melambaikan tangan pada tandu berlapis kain putih yang digotong oleh beberapa pelayan istana. Hatinya perih, kalau memang keluarga mereka harus menerima kemarahan Raja, biarlah dia memberikan waktu bagi Suwidak Siji untuk bahagia sedikit lebih lama. Tidak jauh dari situ, Tetangga Kepo mengintip sambil tertawa kejam, puas dengan tipu dayanya.
Perjalan menuju Istana itu memakan waktu 2 hari lamanya, malam itu tandu Suwidak Siji diletakkan di bawah sebuah Pohon Beringin, dijaga oleh sang utusan dan beberapa pemuda Istana yang beristirahat. Suwidak Siji yang sempat tertidur akhirnya sadar bahwa hari sudah malam dan perutnya mulai terasa lapar. Dengan tidak sabar, dia membuka bungkusan daun berisi nasi panas dan JENGKOL, yang aromanya begitu kuat dan sedap (menurut Suwidak Siji).
Saat hendak melahap suapan pertamanya, Suwidak Siji dikejutkan oleh sesosok gadis berambut panjang dan berwajah cantik yang tiba-tiba berada di dalam tandu, seorang kuntilanak yang sedang hamil.
“Hihihihihi…… Hei anak manusia, apakah makanan yang berada di tanganmu itu? Baunya begitu lezat, membuatku menjadi gelisah, sampai-sampai aku harus turun dari pohon tempatku bernaung.”
“Ini? ini adalah bekal yang disiapkan ibuku.”
Si kuntilanak mulai gusar, mengelus-elus perutnya yang membuncit ” Lekas berikan makananmu itu padaku.”
“Tidak! kalau kau ambil ini lalu aku harus makan apa? matahari telah tenggelam dan aku tidak diperbolehkan keluar dari tandu!” ujar Suwidak Siji.
“Berikan makanan itu padaku, maka akan kuberikan apapun yang kau mau.
“Apapun?”
“Apapun. Ayolah, perutku sudah benar-benar lapar.” Si kuntilanak menelan ludah, aroma nasi panas dan JENGKOL buatan ibu Suwidak Siji benar-benar menerbitkan selera.
Suwidak Siji berpikir sebentar, dia memandang si Kuntilanak lalu berkata “Aku akan berikan nasi bungkus ini, tapi kau harus memberikan kecantikanmu itu padaku.”
Maka sang kuntilanak pun mengangkat sebelah tangannya, seketika kumpulan asap membuyarkan pandangan Suwidak Siji. Bekal yang sedaritadi berada di genggaman tangannya menghilang bersama suara tawa wanita kuntilanak yang menjauh.
Keesokan harinya, tandu Suwidak Siji sampai ke gerbang Kerajaan. Raja, Permaisuri dan Putra Mahkota begitu terkejut saat menemukan sesosok gadis berparas cantik, kulitnya seputih susu, bibirnya merah, matanya bulat, dan rambutnya hitam lebat. Tanpa menunggu lama, maka Raja pun mengumumkan perjodohan Putra Mahkota dengan Suwidak Siji pada seluruh antero kerajaan. Suwidak Siji hidup bahagia di Istana bersama Ayah dan Ibunya, sementara Tetangga Kepo hanya bisa gigit jari.

THE END.

Tolong saya jangan disambit, percayalah bahwa saya pun merasakan keilfilan luar biasa saat mendengar cerita ini (sebenernya udah ilfil sejak mendengar kata JENGKOL). No wonder ya ceritanya cuma beredar di kalangan keluarga, kagak ada bukunya, soalnya isinya begitu absurd. Tidak terhitung berapa kali ibu saya bercerita tentang dongeng Suwidak Siji ini yang mana selalu sukses mengocok perut. Seiring umur maka pertanyaan yang muncul di benak saya pun semakin kritis :

  1. Kenapa ibunya kalau muji kenceng banget ampe tetangga bisa denger? apakah karena rumahnya hanya gubuk berdindingkan bilah bambu makanya gak soundproof? apakah emang ibunya bersuara toa atau tetangganya niat banget nempelin kuping dari luar gubuk? Bukankah menjaga ucapan supaya tidak menimbulkan iri dengki di hati orang lain itu bagian dari iman?
  2. Apa Rajanya gak bisa bahasa Jawa? kenapa pada saat denger nama si gadis yang konon cantik itu Suwidak Siji, dia tidak sedikitpun nanya kenapa itu anak dinamain pake nomor? Gue sih kalau anak gue mau dijodohin sama yang namanya Seratus Hari Jokohok atau Happy Happy Two Thousand pasti gue ngakak2 dulu sebelum skeptis, apakah dia keturunan Melly Goeslaw?
  3. KENAPA JENGKOL?
  4. KENAPA KUNTILANAKNYA NGIDAM JENGKOL SAMPE RELA JADI JELEK?
  5. Jadi di suatu tempat di dunia dongeng itu, ada kuntilanak yang ketawanya hihi hihi tapi terus pas muncul mukanya Suwidak Siji?

Ini semua pertanyaan yang saya ajukan pada ibu saya, tapi dia cuma ketawa2 sambil bilang “tanya aja sama Eyang!”. Mana berani… nanti kualat…

Gimana wahai sepupuku Ombink, haruskah kita membuat cerita sequel-nya berjudul Suwidak Siji : Strikes Again, yaitu tentang sebuah kerajaan yang gempar karena putri mahkota yang baru lahir hanya punya 61 helai rambut dan buruk rupa, padahal ibu dan bapaknya cakep-cakep model?. Si Bapak yang kecewa lari ke hutan, lalu bertemu dengan kuntilanak yang wajahnya mirip sama anaknya, lalu dia pun jadi murka karena mengira putrinya tertukar dengan anak kuntilanak?. Akhirnya Suwidak Siji Sr. terpaksa membeberkan cerita operasi plastiknya, akhirnya semua bisa menerima dengan lapang dada, merekapun piknik ke bawah Pohon Beringin sambil bawa bekal jengkol, berharap anaknya bisa ikut cakep juga?

Yuk deh, mari kita pikirkan bersama =)).

Selamat long weekend semuanya!

Mandhut.

8 thoughts on “Suwidak Siji.

  • Babikkk.. jadi ini alasan elo nanya tadi..
    gw udah curiga, gw kira mau belajar angka2 jawa, ternyata
    Marilah saya ikut nimbrung dalam diskusi serius tentang fairy tale keluarga yang membuat kita ampe inget secara turun termurun, dan kamipun mendengarnya dair orang tua kami dalam perjalanan Jakarta – Solo
    sebelumnya saya jawab pertanyaan yg membuat sepupu saya si manman ini mengerenyutkan dahi sampai keriput
    1. Kenapa tetangga bisa denger?
    Mungkin rumahnya padat penduduk seperti ibukota jaman sekarang, jadi janganpun muji, tetangganya lagi ngupilpun bisa jadi terdengar bunyi gesekan bulu hidung. Walaupun gw kroscek detik ini ke ibu gw, dia bilangnya di hutan lhoh? bukan desa, dan klo didengerin ceritanya bakal beda kenapa si suwidak ini bisa sampe ketelinga raja.
    *gak tau emak gw lupa, atau ceritanya udh beda karena beda nasab
    2. Rajanya gak bisa bahasa jawa? rasanya aneh klo gak bisa bahasa jawa, bahkan gw kenal orang yg jaman sekarang namanya sedoso (sepuluh). well kita mungkin mikirnya “oh ibunya pingin dia dapet nilai sempurna”, klo suwidak siji (61)? oh karena itu jaman dulu, mungkin dimaklumi klo anak itu mungkin nilainya datar2 aja (gak bagus, gak juga jelek), eh atau, maksunya bisa jadi lahirnya karena bapaknya menang togel/buntut dengan nomer hoki 61? kayak orag batak gituh.
    3. Kenapa jengkol? mungkin cerita ini sudah dimodif biar sedikit komedi, klo yg versi nasab gw (emak), itu hanya makanan, dan ada peri/penunggu pohon beringin cantik yg kelaparan. Jadinya si peri itu minta dibagi ama bukan dikasih semuanya. (versi gw)
    4. bukan ngidam, kelaparan.. entahlah versi gw juga gak masuk akal, dimana ada peri/penunggu hutan kelaparan, dan makanannya makanan manusia (absurd).
    5. bukan tukeran muka klo versi gw, tapi semacam disihir biar cantik tanpa melakukan pertukaran.
    Ini sepertinya ibu2 sudah memodif dari versi eyang (dan eyang juga dimodif, gak versi asli), jadi bisa jadi emak kite yang ngurangin nambahin ceritanya, dan jadi gak asli, jadi kita beda versi gini
    SOLUSI : kita minta cerita eyang kapan-kapan (demi kelestarian dongeng abadi ini)
    TEROBOSAN : soal sequel nanti klo pake yg versi elo, si anaknya suwidak siji beneran keluar jadi suwidak loro (62) *kayak 101 dalmatian yg makin sequel makin nambah, dan mereka berlari ke hutan dan bawa jengkol sebagai persembahan ke kuntilanak, tapi karena kunti sudah bermuka ancur, khan ada anaknya tuh pas dia hamil makan jengkol, jadilah anaknya si suwidak loro dituker dengan anak mbak kunti. Intinya premisnya tetep tukeran muka, tinggal tambahin perang biar rame
    Ini karena perbedaan cerita yg belum ampe 50 tahun turun temurun aja udah beda ya, apalagi hadits, makanya ada yg shahih ada yang dhaif, sekarang gw sadar, beda orang beda cerita.. eh kok jadi ngelantur
    DAN KENAPA GW KOMEN SEPANJANG INI
    hahahahaa

    • ini yang bikin ngakak karena lo pake kata ‘nasab’ =)). Udah tau banget deh lo pasti ikut komen soal postingan ini, ga mungkin enggak.
      LAH gue pikir versi ceritanya sama, ternyata yang lo denger beda? ini gue curiga deh ibu gue pake versi metal =)). tapi kayaknya kocak-an versi dari gue, udahlahya pake yang absurd ini aja. Sepokat ya. SIP.
      1. itu desa asumsi dari gue, cuma setau gue kayaknya tetangga deh. Freak banget gitu kalau ada orang lewat terus liat rumah “WOOOW RUMAH, NGUPING AH” see? instead of minta minum apa numpang pipis, dia milih nguping. =))
      2. Sedoso itu gue juga kenal. Kerabat kan? om kita bukan sih?
      3. Ini kenapa ya Ibu gue ngomongnya kuntilanak makan jengkol =)) dia pasti sengaja tuh biar kocak, memang agak2 berjiwa entertainer.
      4. Bangsa peri emang makan ya? Legolas aja ga pernah keliatan ngunyah… *patokannya jauh*
      5. kalau gue tuker mukaaa makanya absurd banget =))
      Ini ya dari sini gue bisa tahu bahwa Ibu gue itu agak lawak, entah kenapa gue juga agak2 ragu kalau eyang ceritanya tentang Jengkol, tapi di satu sisi kok kayaknya ga mungkin banget keluarga kita ceritanya datar2 aja *dilemma*
      mari kita tanya versi aslinya, terus kita kubur dalam2. PUTUS. ganti versi baru, versi kuntilanak jengkol =)). Soal terobosan, jadi Tuan Prabu Putri Yang Tertukar munculnya dimana nih? mesti kebagian peran.
      Bangkek ah bing, sereus abis kita bahasnya =))

  • Jarang-jarang khan kita serius didalam “kegilaan” kita gini?
    ini harus eyang yg nurunin ceritanya, nanti kita jadi bisa lebih luas ngemodifnya
    dan loe tau pas emak gw, gw suruh cerita ulang?
    “ada kerajaan.. terus anggota kerajaannya jalan-jalan ke hutan… ”
    (terus diem 3 menit, dengan gw masih antusias nungguin)
    “ah mama lupa, meneng sek toh” *gw langsung guling-guling itu..
    Soal pak prabu muncul dimana, itu dia harusnya nolongin Amira pas lagi diculik yadi timo (yatim) atau e’eng saptahadi..
    sebenernya masih banyak lhoh dongengnya eyang, salah satunya :
    1. Cindelaras
    2. ki ageng selo
    3. … *lupa judul tapi yang nancep satu lidi jadi mata air (kalah siti hajar)
    4. Jayabaya
    5. Timun Mas (Hansel & Gretel)
    siapa tau kedepannya kita berkesempatan jadi sineas film, dan bisa buat lebih dahsyat dari gending majapahit dll
    iye gak?
    *sok yakin

    • itu nomor 1 2 sama 5 gue diceritain nyokap, tapi yang paling absurd ya si Suwidak Siji, sungguh aku ilfil2 rindu mendengarnya. Biar busuk ga bisa lupa!
      Jadi yang nguping itu anggota kerajaan yang bernama Prabu? *mulai deh*. udahlah pokoknya kalau ada kesempatan gue ama lo hadir, ada eyang juga, minta cerita =)). Nanti baru setelah tau aslinya kita modif!
      tapi cerita kuntilanak jengkol gue mantep tau *teteup*

  • hahahaha
    kapan sih gak mantebh klo plesetan komedi ilfil? kayaknya itu sudah menurun dan mengalir didarah loe dari …
    pokoknya klo eyang lagi nginep ape dipizat soe hok gie, kabarin, entar gw sepik2 maen, kita catet versi asli
    *serius niat nyari tau

  • ini setelah dibaca2 lagi ceritanya ya
    kok suwidak sidji yg ada di bayangan saya jadi kayak mahluk yg maen teka-teki ma bilbo baggins ya haha, ampun ampun…

Leave a Reply to Manda Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *