Menggila Karena Amora

Sekedar update terbaru tentang tulis-menulis.

Ceritanya karena novel My Love G : Buku Satu mengalami 7 penolakan dengan alasan yang sebagian besar sama : “genrenya kurang cocok dengan penerbit kami, mbak…” jadilah saya memutuskan menunda penulisan My Love G : Buku Dua sejenak untuk menulis novel kedua dengan genre yang lebih mudah diterima dan tidak berseri.

Dari semua ide yang sudah sedikit2 disusun dan disimpan, ada satu yang plot-nya terasa paling matang, judulnya Amora Jatuh Cinta (sementara). Amora lahir pertengahan tahun lalu, mulanya dimaksudkan untuk mengikuti lomba menulis novel, tapi karena satu dan lain hal (baca : ide mentok), jadilah Amora batal ikut serta. Tapi kisahnya sudah terlanjur bermula, tokoh-tokohnya perlahan hidup dan berbicara pada saya. Jadi saya pikir, kenapa tidak? Mari kita rampungkan novel Amora Jatuh Cinta!

Tapi saya sungguh tidak menduga, bahwa saya akan menemukan pengalaman yang berbeda dengan Amora. Karena proses penulisan Amora jauh lebih alot daripada saat saya menulis My Love G : Buku Satu.

Mungkin karena cerita My Love G sudah bercokol lama di benak saya jauh sebelum saya mencoba menulis, sehingga menuliskan kisah Yindi menjadi sesuatu yang alami untuk saya. Kosakata boleh bertambah. Kalimat boleh mengalir. Tapi itu tidak lantas mengubah fakta bahwa Amora memang masih sangat hijau dibandingkan Yindi dkk. Saya belum mengenal Amora sebaik saya mengenal Yindi, Naren, Jujun, Galih dan Mita.

lala
Amora yang masih hijau. Hm. Merah. Hijau. Ah sudahlah.

Beberapa kali saya diserang gelisah. Pernah di halaman ke-80, saya mulai bimbang, haruskah saya menggunakan alternatif plot B, atau C? haruskah saya mengkoreksinya dari awal? Dan tanpa sadar, saat saya berpikir, tiba2 otak saya sudah menciptakan alternatif plot K.

Padahal, saya yang konon seniman berjiwa teknik ini sudah membuat konsep sempurna. Lengkap dengan diagram dan rekaman hasil survey dari internet dan narasumber. Tapi tetap saja, perfeksionisme menyerang di saat yang tak terduga, menyisipkan ragu yang mengganggu.

Akhirnya setelah lelah berpikir, saya mencoba cara sederhana : tuliskan saja. Rasa lelah jangan ditanya, ada bagian diri saya yang hilang saat saya harus menghapus satu chapter yang sudah ditulis susah payah hanya karena saya mengambil keputusan. Tapi semua itu harus dilakukan.

camkan!

Untuk pertama kalinya saya menulis dengan tekad seperti ini : Harus selesai. Kisah Amora tidak perlu sempurna, tapi harus memiliki awal dan akhir. Setidaknya saya menulis sesuatu yang saya suka. Setidaknya saya menulis sesuatu yang masuk akal bagi saya. Setidaknya, Amora tidak berhenti hanya di ide saja. Suatu hari, akan ada yang jatuh cinta dengannya, seperti saya yang mencintai kisah Amora, betapapun saya dibuat kelelahan dan hampir gila.

Sampai detik ini, Amora sudah mencapai 130 halaman. 8 Chapter. Masih ada 2-3 chapter lagi yang menunggu. Saya terbayang proses revisi pribadi yang pasti memakan waktu. Belum lagi menunggu kabar penerbit. Jalan masih panjang, tapi saya belum menyerah. Saya cuma butuh duduk dan bercerita sejenak demi mendapat tambahan semangat.

Mohon doanya ya 🙂

Sebagai hadiah karena sudah menjadi pendengar yang manis, ini saya bagi salah satu lagu yang menemani proses menulis Amora Jatuh Cinta :

Stolen by Dashboard Confessional

[youtube https://www.youtube.com/watch?v=j82FBbgpUy4]

Ya Amora yang menyebalkan, you have stolen my heart. Saya ingin berkata : sudah cukuplah main tarik-ulurnya, ayo kita rampungkan saja. Tapi saya tahu bahwa itulah caramu untuk mendekatkan diri, maka saya akan bertahan dan bersabar. Berapapun waktu yang dibutuhkan, mari kita selesaikan kisahmu dan kita bagi pada dunia 🙂

Amanda.

One thought on “Menggila Karena Amora

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *