A Dent.

Seorang teman bertanya ke saya : “Manda, kenapa sih elo kalau cerita nyokap lo suka me-refer-nya dengan nama ‘Ibu2’?”
Pertanyaan sederhana, tapi cukup bikin saya tersenyum. Saya ini kalau lagi semangat cerita terus bawelnya keluar (aslinya bawel), mulai deh kalau ngomong pake bahasa planet (singkatan2 lokal, bukan umpatan). Makanya kalau ngobrol sama orang yang belum deket, suka kasian karena saya itu tidak mudah dimengerti, kalau menurut sepupu saya si Ombing sih, ganti topiknya suka cepet banget.
Well, maksud lo gue agak2 Jebraw gitu, Bing? (Jalan-Jalan Men!)

Nah, kalau lagi ngobrol gitu, saya suka menyebut kata ganti orang ketiga dengan pengulangan. Misal lagi cerita ibu gue – yang biasa gue panggil Mama bukan Ibu – maka gue akan bilang “Din, gue pulang dulu ya, mesti anter Ibu2 ke pasar.”, atau kalau lagi makan di restoran terus ada waitress yang kurang sopan, terus komentar nyinyir ke temen sebelah : “Liat gak tadi mbak2 unibrow ngomong apa? Omg.”. Atau lagi disetirin temen terus tiba2 ada cowok berbaju hijau mau nyebrang “EH itu awas ada mas2 Ijo lagi meleng!”. Sebenernya orangnya tunggal, tapi suka kebiasaan aja nyebutnya 2 kali.
hmm…….
I got this habit from my old friends. Teman lamaaaaaaaaaaaa banget. Tipe teman yang dulu selalu ngrumpyuk bareng karena we speak the same language, laugh at a same object, cry for a same reason. Tipe yang gak pake ngomong aja, cukup pake lirikan mata, maka tidak ada yang bisa menghentikan kenyinyiran macam apa yang sedang terjadi dalam pikiran kami. Bukan telepati, tapi terbiasa. Kalau benar roh itu saling berkomunikasi secara paralel dengan tubuh (people called it chemistry), maka roh kami lagi gosip ngakak2 sampe nangis.
People come and go, some leave footprints that would swept away by a tide called time. But there are few people who leave dents in your heart, holes that would stay forever with you. You could fill it with another relationship, you could forget, but you could never make it disappear. You can’t and you won’t.
Saya rasa itu yang terjadi di alam bawah sadar saya, saya menyimpan hal-hal yang bagi saya menyenangkan. Sama seperti kalau kita mengambil cuti dan memutuskan untuk berlibur ke pantai dan membawa pulang sebuah rumah kerang, atau selembar foto polaroid, supaya kita selalu ingat. Seperti kebiasaan saya untuk menyebut kata ganti orang ketiga dengan pengulangan. Seperti kegilaan saya akan gitaris. Seperti kegemaran saya akan ABBA dan sebuah lagu berjudul Shboom. Handuk robek. McDonald’s Beef Prosperity. Evanessence’s ‘Bring Me To Life’. Babi. Indomie Telur Kornet. National Geographic. Samurai Deeper Kyo. Dunkin Donut’s Triple Chocolate. “Dua hati”. Dude Herlino. Dancing under the rain. Speed Racer. Pisau dan mangga. Devon Sawa. Bahkan hal sesimpel mendengar kata “aku”.
Orang lain yang mendengar mungkin menganggap itu random, tapi saya mengingat one exact person setiap kali saya bertemu dan mendengar semua yang saya sebutkan di atas. Almarhum ayah saya, nenek, kakek, mama, dara-dara di kosan tubagus, sahabat, keluarga, mantan (bah!), kecengan yang selamanya akan jadi kecengan (PUH!). It hurts when they finally depart from your life, or distant, but to experienced that kind of connection with someone is a blessing itself, so I considered myself lucky.
Kalau ada yang nanya ‘Babi’ itu ngingetin akan siapa? jawabnya Ibu2. Bukan kami saling menghina dengan kata babi (istighfar!), gak makan babi juga, tapi entah sejak kapan sudah jadi kebiasaan untuk menonton acara berburu/memasak babi dengan semangat. Kayak lagi nonton infotainment aja cuma lebih seru. Bahkan kalau ibu2 lagi tidur2 ayam terus ada acara babi di tivi, saya BANGUNIN (“MAM! MAM! BABI NIH!”) << terus dia bangun loh. Awalnya cuma ibu saya yang kaya begitu dan dulu sih saya menganggap itu agak2 salah karena babi kan haram, jadi kok kalau ber-wooow-wooow kala menonton babi dimasak itu agak aneh, tapi setelah umur bertambah entah kenapa saya jadi cuek aja. Definitely genetik.
Ini sempat menimbulkan salah paham saat saya cerita ke sepupu saya si Ombing, dan dia cerita kalau dia dan ibunya have a thing soal “sulam”. Dan saya sempet kaget karena saya pikir maksudnya kalau ada acara sulam-menyulam di TVRI gitu, saya bayangin tante dan sepupu saya si Ombing yang notabene cowok akan menonton sambil komentar2 manits macam : “Ihhh… makkk sulamnya keren benjeeettttt, Oping besok mau beli benang terus sulam kayak gitu, modalin ya makkk~”. Kaget, kecewa, hancur, tapi meskipun begitu saya memaksakan diri netral dan gak menjudge (karena itulah yang dilakukan sepupu saat sepupunya yang lain secara tidak langsung kasih clue kalau dia ngondek) tapi ternyata enggak, maksud si Ombing itu si Sulam yang main di Tukang Bubur Naik Haji.

……………
Gak semuanya nonton itu kaleeeeeee. Sampe sekarang masih gatau kaya apa wujud si Sulam-Sulam itu.
Jadi inti postingan ini sebenernya cuma mau cerita aib aja =)).
So, semoga tahun ini pun diisi dengan hal2 yang mendewasakan, tidak akan selalu menyenangkan, tapi semoga pada akhirnya selalu ada pelajaran yang bisa dipetik.
Semoga kenangan yang kalian simpan nantinya juga sesuatu yang baik dan menyenangkan, ya. Jadi kemana pun kalian pergi dan memandang, saat kalian menghadap langit ataupun saat kalian menatap tanah di bawah kaki berpijak, saat kalian memejamkan mata ataupun mencari nafkah bermandikan peluh, kalian akan selalu bahagia karena pikiran kalian dipenuhi oleh kenangan akan orang-orang yang berharga. Semoga dengan begitu kalian tidak akan pernah merasa sendirian. Semoga dengan begitu kalian sadar bahwa hidup kalian tidak sia-sia.
IYA KAN MAS MOTTE….???!!!!

“IYA BANGET. Karena pinter, aku kasih daun….”

*ngakak sampe lemes*
Busuk si Motte, gue malah dikasih daun bolong2 ulet. PUH.

Hidup Nathaniel Motte!

Mandhut.

10 thoughts on “A Dent.

Leave a Reply to Yasser Fikry (@OmBink) Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *